Jumat, 19 Februari 2016

Kelas ABK Tuna Rungu

Lara dan Novi
Hari pertama saya mengajar di SLB Cahaya Gemilang Pertiwi, awalnya ada rasa khawatir dan cemas untuk berinteraksi dengan mereka. Karena saya sama sekali tidak memiliki pengetahuan tentang bagaimana cara berkomunikasi dan menghadapi anak-anak yang mempunyai keistimewaan itu.


Pikiran saya pun terus dihantui dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat saya semakin takut. Apakah saya bisa mengajar mereka? Apakah mereka akan menyambut saya dengan baik? Bagaimana cara berkomunikasi dengan mereka?, Bagaimana sikap mereka terhadap saya? dan tingkah-tingkah mereka yang katanya sulit dipahami, membuat saya awalnya mengurungkan diri karena takut mereka akan berbuat yang mungkin menyakiti saya.


Tapi, karena tidak ingin mencoreng nama baik Almamater, dan saya yakin mereka juga anak-anak titipan dari tuhan, saya dan teman-teman pun dengan niat ikhlas mencoba memberanikan diri untuk mengajar mereka, meski ini sama sekali tidak sesuai dengan keahlian saya.

Saya dan teman saya, Lara pun mendapat kesempatan untuk mengajar di kelas penyandang tuna rungu, yaitu anak-anak yang mempunyai masalah dengan pendengaran dan berbicara.

Irsyad, Rizal, Angga dan Angga
Saat pertama kali masuk kelas, saya dan Lara merasa bingung dan jujur saya sendiri merasa stress. Bingung bagaimana cara kami  menyapa mereka, berkenalan dengan mereka, dan tentu  bingung dengan apa yang akan kami ajarkan kepada mereka.

Berkat panduan dari bapak guru SLB tersebut, mereka memang tidak bisa mendengar apa yang kita bicarakan tetapi mereka bisa memahami lewat gerak bibir. Saat memperkenalkan diri, kami pun berusaha berbicara dengan sedikit pelan dan ekspresi bibir yang jelas.
Saya (Bella) sedang memperhatikan anak-anak

Awalnya tidak ada respon dan mereka terlihat bingung, kami pun berusaha dengan menggerakkan tangan sesuai dengan yang ada di buku panduan komunikasi lewat gerakan tangan.

Kemudian, kami memberi mereka tugas membuat gambar buah-buahan dan binatang yang kami contohkan di papan tulis, dan menyuruh mereka untuk menuliskan jumlahnya.  Dan Subhanalloh, saya sedikit kaget ternyata mereka bisa menggambar dengan baik dan bisa menjumlahkannya dengan benar.

salah satu murid SLB
Akhirnya ada harapan bagi kami untuk bisa mengerti mereka, dan mereka pun sudah menunjukkan respon yang baik. Mengajar anak-anak istimewa seperti mereka memang diperlukan kesabaran dan keahlian. Saya benar-beanr salut kepada para guru SLB yang dengan sabar dan ikhlas membimbing mereka agar menjadi anak-anak yang mempunyai harapan dan tidak putus asa.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar